"Kunci Bumi" Hal.22 : Komandan Kiki

Lanjutan dari "Kunci Bumi" Hal.21 : Tenang Sesaat, Bersama Pak Deh

"Purei !"
Dia berjalan ke arahku

...
...
what the...?

Apakah ini cuma perasaanku ?
Apa tanah tempat aku berpijak ini lebih rendah ?

Kiki lebih tinggi dariku ?
Seingatku, dulu dia hanya setinggi hidungku...
Tapi sekarang, aku bahkan tidak sampai setinggi bahunya...

"Ah.... hai."
Aku tidak tahu harus berkata apa
Tapi tampaknya Kiki kecewa aku hanya berkata 'hai'
wajahnya tiba-tiba berubah
dari senyum, ke ngambek

"Cuma 'hai' Purei ?"
"Emang harus apa lagi ?" Kujawab begitu
"Ehm... maaf Nak, tampaknya kita punya sesuatu yang lebih penting yang harus diurus saat ini..." Pak Deh memotong

Oh iya
Aku terlalu kaget melihat Kiki
Dia SANGAT berbeda
Apa yang terjadi ?
Dia tampak jauh lebih dewasa
Padahal seingatku, baru 4 jam berlalu semenjak kami keluar dari 'tempat aneh' yang tiba-tiba pecah itu...

"Oh iya, maaf Pak Deh." Kiki membungkuk padanya
"Purei, ikut aku ya." katanya padaku.
"Kenapa harus kamu ?"
"Kita kan sudah dekat banget, Purei... dan aku tahu kalo kamu belum bisa pakai sabit kamu dengan benar. Iya kan ?"

Ah, kurang ajar
meremehkanku
Tapi memang benar sih...

"Ya sudah..." kujawab dengan nada agak mengeluh
"Makasih, Purei...." lalu Kiki berbalik, kembali menghadap pasukannya.
"Semuanya ! Menurut laporan dari Einka, jumlah mereka kali ini tidak banyak ! Tidak ada penyerang udara, ataupun bawah tanah ! Tetapi jangan lengah ! Mungkin ini baru pancingan saja !" teriak Kiki. Dan setelah dia berpidato seperti itu, semua penduduk desa berteriak juga. Seakan berkata "Merdeka !"
Aku suka melihat semangat mereka

"Untuk sekarang, aku tidak me-ngomando-i kalian ! Silahkan bergerak bebas !! Ayo, menuju hutan !!"
Lalu semua orang pun pergi.
Berlari, membawa senjata masing-masing
Dan di belakang, tinggal Aku, Kiki, dan Pak Deh

"Ayo, Purei." ajaknya. Dia berjalan duluan
"Lho ? Pak Deh gimana ? Ditinggalin sendiri ?"
"Ngga apa apa kok. Ayo."
"Tenang saja, Nak... Setiap kali pertempuran seperti ini terjadi, Pak Deh selalu diam di sini... Tidak akan terjadi apa-apa kok."

Aku menatap Pak Deh, membangun keyakinanku
Tapi sulit... meninggalkan orang tua sendiri...

"Einka yang jaga Pak Deh. Tenang saja." jawabnya lagi
"Oh, benar... Hati-hati pak." kataku, sebelum mengikuti Kiki.
"Ayo."

Dan kami memasuki hutan...

...
...
...
Dan di dalam hutan...
Kiki memanjat sebuah pohon, yang tinggi
"Sini, Purei !"
"Kamu ngajak berantem ya ? Udah tau aku ga bisa manjat kaya gitu." tadinya aku mau menambahkan 'monyet lo'. Tapi, melihat dirinya yang sekarang, aku tidak tahu apa yang akan terjadi kalau aku mengatakannya.
"Oh iya lupa. Maaf Purei." katanya dengan wajah sok imutnya. Tapi beda, kali ini ke-sok imut-an nya berkurang... Dia tampak lebih dewasa.

"Jadi, Purei..." dia memulai percakapan
"Kamu kayanya masih bingung, ya ? Kenapa aku kelihatan beda ?"
"Iya. Ada yang aneh. Ceritakan, Ki."
"Ya, mau... Jadi--"

*srek* *srek*
Suara apa itu ?

"Sebentar, Purei. Ada yang datang"

Tiba-tiba dari semak-semak keluar sesosok mahluk...
mahluk hitam lagi...
Sebenarnya, apa mereka ?

"Hantu"
"Apa ?" tanyaku. Kiki berbicara kurang jelas. Aku mengeluarkan sabitku
"Ga usah repot purei."
Dia mengeluarkan busur dan panahnya, tatapannya hanya pada mahluk itu
"Biar aku yang urus ini"

Kau yang urus ?
Baiklah...

Sesaat setelah dia berkata itu
Aku kembali melihat mahluk asing yang ada di depan
Mahluk itu sudah membeku...

Lho ?
Kapan dia menembaknya ?
Aku kembali melihat Kiki
Dia masih dalam posisi tadi

Aku melihat sekitar lagi
Dan kali ini, korban bertambah
Ada 3 mahluk yang membeku
Entah sejak kapan yang 2 lagi datang
dan membeku seperti itu..

"What the...?"

Aku melihat ke atas lagi
Sangat indah...
Putih, dan cantik
Bukan orangnya
tetapi panah yang dia pegang
dan mahluk-mahluk membeku di sekitarnya...
Beberapa membeku ketika mahluk itu masih di atas pohon...

"Yap. Kayanya sudah ga ada lagi ya Purei ?"
"Hah ? Ki, aku bahkan ga tau kapan yang lainnya bermunculan !"
"Oh, gitu ya ? Maaf... maaf"
Kiki menghilangkan busur dan panahnya
Lalu melompat dari batang pohon

"Nah, ayo kita lanjutkan pembicaraan kita tadi..."
"Ok, jadi apa yang--"

*DUGH*

"Ow !!"
Sesuatu memukulku
Akar...?
Itu akar yang sama seperti yang kulihat di rumah Pak Deh
Ada daunnya...
Kiki mengambil daun itu
Membacanya, lalu mengembalikan perhatiannya padaku

"Udah waktunya pergi Purei, ayo !"
"Lah ? jadi ngobrolnya ga jadi ?"
"Nanti aja"

Dia melihat-lihat sekitarnya lagi
Lalu berteriak

"Einka ! Sini ! Keluarlah !"

Dan tiba-tiba dari atas turunlah anak perempuan yang membawa tombak
"Komandan, Anda tidak apa-apa ?"
"Kamu meremehkan aku Einka ? Dengan hantu-hantu yang membeku ini, apa kamu pikir aku terluka ?"
"Tidak, komandan. Maaf."
"Gapapa Einka. Makasih perhatiannya. Ayo kembali ke desa bersama, ada sesuatu yang mau kukatakan pada kalian semua"



Bersambung ke Hal. 23
__________________________
*semua cerita di post ini adalah fiksi

Komentar

  1. memasuki zona ">80% imajinasi"
    daya tarikmu sebelumnya
    koneksi, hubungan dengan dunia kita

    sekarang imajinasi kabeh
    daya tarikmu dari fantasimu hati-hati

    BalasHapus
  2. > Zaki > Yeah, I know
    Memang pada awalnya, tempat ini hanyalah untuk "memuntahkan" imajinasiku yang membludak
    Lebih baik dikeluarkan seadanya daripada diolah dulu...
    Ada waktunya nanti untuk mengolahnya lagi

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan Populer