Rainy Rainy Chicken Meaty

Ini kejadian 2 hari silam. Saat kami, para auditor begundal dari Banjarbaru Kalsel, sedang berdinas ke Pontianak dan baru tiba di Ketapang.

Setelah lelah seharian mengelilingi PLTU (terutama saya yang diam di ruangan), kami memutuskan untuk makan malam di angkringan yang enak di kota ini, berdasarkan informasi dari salah satu anggota tim, Beny. Konon, sate cumi di sana enak. Tidak hanya itu tentunya, yang lainnya pun lezat.

Berangkatlah kami menuju angkringan yang dimaksud. Bisa dicari di aplikasi Google Maps. Namanya Angkringan Suroyo. Lokasinya tidak jauh dari Nevada Hotel Ketapang, tempat kami menginap.

Awalnya, langit tak tampak mendung. Memang gelap karena saat itu ba'da isya. Tapi di luar prediksi kami semua, baru selang beberapa detik sejak keluar dari hotel, hujan turun. Kami sempat keliling sebentar mencari angkringan tersebut, hingga akhirnya ketemu. Sialnya, hujan tak kunjung reda. Justru semakin deras.

Kami berdiskusi, apa yang sebaiknya dilakukan? Sambil melakukan ghibah nikmat penuh dosa tentunya. Beberapa menit kemudian, hujan masih tak kunjung reda.

Akhirnya karena lapar di perut tak bisa ditahan, kami memutuskan untuk menerobos hujan. Karena mobil tidak bisa diparkir di dekat angkringan.

Yang pertama keluar adalah Feisal, manusia tinggi yang kebetulan saat itu membawa plastik berisi pakaian kotor untuk di-laundry. Kami yang di mobil heran. Kenapa ia membawa laundry nya ke sana? Digunakan sebagai pelindung hujan pun tak ada gunanya. Tubuhnya lebih lebar daripada diameter gumpalan pakaian kotor itu.

Yang keluar kedua adalah Beny, selaku pemegang ide. Barulah aku. Pada saat aku tiba di bawah atap terpal mas-mas angkringan, baru kusadari kalau ponsel pintarku tertinggal di mobil. Kucoba minta tolong Beny untuk menelepon yang ada di mobil, tapi ternyata mereka pun sudah turun.

Yoga, yang paling tipis di antara kami, membawakan ponselku. Ari, selaku driver, datang sambil tertawa. "Pecak (Feisal) laundry-nya di bawa. Kaspur HP malah ditinggal" Lho iya ya goblok juga, kataku dalam hati.

Perjuangan tidak hanya sampai situ. Saat memesan kami harus sempit-sempitan karena memang atapnya tidak luas. Saat hendak makan pun, kami harus menerobos hujan deras kembali. Untungnya, karena aku yang terakhir, mas-mas angkringan mengantarku dengan payungnya, sambil iya mengantar minuman. Tapi sialnya, aku dapat posisi duduk yang paling dekat dengan tepi atap. Sehingga saat angin bertiup kencang ke arah meja, aku merasa punggungku basah-basah segar nikmat masuk angin.

Tapi itulah yang membuat sate bakso, nasi kucing dan ceker ayam jadi lebih nikmat. Pengalaman dan cerita-cerita bodoh selalu bisa menjadi bumbu tambahan dalam acara makan bersama.

Ketapang, 25 Januari 2020

Komentar

Postingan Populer